Sekilas Mengenai Ramayana

20:33


Image by Google.com

Pandangan ortodoks tradisional mengatakan bahwa Walmiki menulis Ramayana pada masa Ramachandra. Namun, jika melihat dari sudut pandang pengalaman normal, kita akan menemukan bahwa kisah Rama ini telah ada jauh sebelumnya, meskipun tidak dalam bentuk tertulis jauh sebelum Walmiki menuliskan epik ini. Tampaknya, Walmiki sekadar mewadahi sebuah kisah yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Penegasan tersebut mungkin dapat menjelaskan beberapa bagian kisah yang sulit dipahami, seperti pembunuhan Subali dan pembuangan Dewi Sinta atas perintah Rama.

Dalam karya Walmiki, Rama digambarkan sebagai pribadi yang agung dan unik. Bukan sebagai titisan dewa. Memang benar, beberapa bab dalam buku "Ramayana" disebutkan bahwa ia adalah titisan dewa. Tapi, dalam keseluruhan kisah, Rama tidak digambarkan Begawan Walmiki sebagai dewa sendiri, melainkan seorang pangeran besar yang memiliki sifat-sifat dewata. Bahkan, pada zaman Walmiki, pandangan bahwa Rama adalah titisan dewa dalam derajat tertentu adalah lazim. Berabad-abad kemudian, Kamban dan Tulsidaas mendaraskan Ramayana. Pada waktu itu, orang menganggap Rama sebagai titisan Wisnu. Rama dan Krishna menjadi sinonim dengan Wisnu; dan pada gilirannya, Wisnu disamakan dengan Rama dan Krishna. Kuil-kuil didirikan untuk menghormati Rama sebagai dewa. Dalam keadaan demikian, bagaimana mungkin para penyair yang datang kemudian dapat melihat Rama sekadar sebagai seorang pahlawan? Setiap upaya untuk menghindar dari pandangan itu pasti akan gagal. Kamban dan Tulsidaas adalah pengikut pandangan tersebut. Mereka sangat berbeda dengan para sejarawan dan novelis.

Kisah Ramayana dimulai dengan kunjungan Batara Narada pada suatu pagi di asrama Walmiki. Setelah memberikan salam, Walmiki bertanya, "Batara yang tahu segalanya, siapakah pahlawan dunia yang paling berbudi dan paling bijaksana?" Dengan kekuatan supranatural, Narada tahu alasan Walmiki menanyakan pertanyaan itu. Ia pun menjawab, "Ia dilahirkan Ayodya." Kemudian, Resi Narada menceritakan riwayat Rama kepada Walmiki. Walmiki amat terkesan dengan riwayat Rama. Bahkan, setelah Narada pergi, pikiran Walmiki masih dipenuhi dengan cerita Narada. Ia terus merenungkan kisah itu ketika pergi ke Sungai Tamasa untuk membersihkan diri guna melakukan persembahyangan pagi. 

Ketika menyusuri pinggiran sungai, ia melihat sepasang burung yang sedang menikmati madu asmara bermain-main dan berkicau merayakan keindahan hidup dan cinta. Tiba-tiba, si burung jantan tumbang, jatuh ke tanah. Panah seorang pemburu mengenainya. Melihat pasangannya jatuh terguling di tanah, si burung betina meratap dengan pilu. Melihat itu, Walmiki sangat marah dan mengucapkan kutukan, "Pemburu, karena kau membunuh burung yang sedang menikmati madu asmara, kau akan mengembara tanpa rumah sepanjang hidupmu." Tak lama kemudian, amarah resi itu mereda. Ia menyadari kekeliruannya, membiarkan diri terbawa amarah, "Apa hakku mengutuk pemburu itu? Mengapa aku membiarkan diri dikendalikan emosi?"

Ketika merenungkan kutukannya, resi itu menyadari keindahan irama kutukan yang ia ucapkan. Ia menyadari bahwa rasa kasihan yang melandanya telah berubah menjadi sloka yang indah. Ia merasa bahwa semua ini adalah bagian dari rencana dewata yang misterius. Ia segera bermeditasi. Dalam meditasinya, Walmiki melihat Brahma yang bermuka empat. Brahma berkata, "Jangan takut. Semua itu terjadi supaya engkau menulis kisah Rama. Kedukaan (soka) melahirkan syair (sloka). Engkau harus menulis kisah itu dengan birama dan irama seperti itu. Aku akan memberimu penampakan untuk melihat semua yang terjadi, bahkan bagaimana para tokoh dan pikiran mereka, sejelas engkau melihat apa yang ada di telapak tanganmu. Dan, dengan restuku, engkau akan mendaraskan syair ini demi kebaikan seluruh dunia."

Walmiki dan murid-muridnya kemudian mendaraskan syair itu berulang-ulang hingga terpatri di benak mereka. Kemudian, Walmiki menuliskan Ramayana dengan birama itu dan mengajarkannya kepada murid-muridnya. Demikianlah, Ramayana karya Walmiki dituliskan. Kisah sang maharaja dan permaisuri yang terlahir sebagai manusia yang mengalami kedukaan dan menegakkan dharma di dunia, didaraskan sang resi dengan keindahan sastra yang tidak tertandingi. Dan, apa yang dikatakan Brahma menjadi kenyataan. "Selama gunung-gemunung tetap berdiri tegak dan sungai-sungai mengalir, Ramayana akan terus dikisahkan dan menghindarkan manusia dari dosa."










Tulisan ini saya ambil dari buku karya C. Rajagopalachari. 
Daftar pustaka: Rajagopalachari, C. 2013. Ramayana. Yogyakarta: IRCiSoD.
S. Parmadi, Ramon.2010.Ragam Bahasa buku Bahasa Indonesia.Bandung:Ganesha

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2015/03/contoh-penulisan-daftar-pustaka-yan
S. Parmadi, Ramon.2010.Ragam Bahasa buku Bahasa Indonesia.Bandung:Ganesha

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2015/03/contoh-penulisan-daftar-pustaka-yang.html
S. Parmadi, Ramon.2010.Ragam Bahasa buku Bahasa Indonesia.Bandung:Ganesha

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2015/03/contoh-penulisan-daftar-pustaka-yang.html

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts