Dua Puluh Tahun

07:02

Aku menyandarkan punggungku dibalik dinding dingin di ruang kamarku. Setiap pukul tujuh malam, Aku meringkuk disana sambil membenamkan pikiranku menuju kemegahan imajinasi yang tak terbantahkan. Aku tenggelam dalam masa kecilku, disaat bahagianya bermain karet, petak umpet, kelereng, dan lain-lain. Setelah itu, Aku mulai merindukan masa dimana Aku bahagia. Bahagia yang tak kenal ampun, tanpa ada beban, tanpa alih-alih untuk meninggalkan kekesalan pada seseorang. Masa kecilku, pada malam ini Aku sangat merindukanmu. 

Dua puluh tahun dari sekarang, ketika Aku mulai beranjak dewasa dan menjadi liar, Aku mencoba menaiki satu demi satu anak tangga. Proses memang kadang mengesalkan, namun Aku menyukai tantangan. Kadang, Aku terbuai oleh tantangan dan tak dapat Aku selesaikan. Aku marah dan tak menyukai bagian dari diriku yang itu. Aku mulai menciut, semakin menciut dan tampak bodoh untuk melanjutkannya. Sumpah, ketika proses seperti itu Aku sangat, sangat, dan sangat kesal. Mengapa ada orang yang seputus asa itu? Dan itu adalah Aku sendiri! Aku menyalahkan diri tanpa ampun. Sebenarnya, keberanian mu itu ada di dalam diri kamu, hati kamu itu loh. Bukan berada di kemaluan kamu! Entah apa yang harus Aku lakukan saat Aku berada di situasi seperti itu. Namun, ketika Aku mulai diam dan berfokus pada satu titik sama halnya dengan memerhatikan orang yang kamu sukai. Kamu akan bahagia setengah mati. 

Selalu malam yang mewakiliku dalam bidang kesedihanku. Waktu dua puluh tahun menuntunku dari kerikil-kerikil penderitaan, kebahagiaan, kekecewaan dimasa lalu. Aku tak protes, Aku jelas senang melewati itu semua dengan semestinya. Aku senang bisa belajar, memperhatikan, merasakan, melakukannya juga. Itulah seharusnya yang manusia lakukan pada roda kehidupan mereka. Siklus mereka cukup kilat hidup di dunia fana ini. 

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts